Kemiskinan & Strategi Pembangunan
Catatan Singkat Untuk 100 Tahun Kebangkitan Nasional
Oleh:
Darus Altin
Dosen Akuntansi FE- UBB
Banyak pemberitaan media yang kita amati sekarang, bagaimana fokus pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan dengan terus mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Walaupun pada kenyataan angka kemiskinan, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi merupakan angka-angka sebagai informasi yang hanya untuk menyenangi hati masyarakat.
Sebenarnya, fakta di lapangan tetap saja menunjukkan masyarakat masih saja hidup dalam situasi dan kondisi yang mungkin dapat dikatakan hanya untuk survive, dan yang penting bisa makan untuk besok pagi.
Memperebutkan Bantuan Langsung Tunai (BLT), (sampai tinggal nafas di ubun-ubun). Sebuah program pemerintah yang dipandang untuk mengambil hati rakyat, demi menutupi kenaikan dari melonjaknya harga minyak dunia. Tentunya sangat miris kejadian seperti ini!
Antrian panjang masyarakat miskin demi mendapatkan satu cerigen minyak tanah bersubsidi, merupakan sebuah pemandangan yang hampir biasa kita lihat dalam era sekarang.
Meninggalnya pasien miskin, karena ada beberapa rumah sakit yang seolah-olah menganggap kesehatan hanyalah untuk kaum borjuis. Kartu Gakin hanyalah sebuah simbol kemiskinan yang terkadang tidak ada artinya untuk kejadian tersebut di atas. Indonesia yang terpuruk semakin tidak mampu untuk bangkit selama 100 tahun berjalan (1908 – 2008). Sebenarnya apa yang salah dengan kita?
Sebuah gambaran, betapa mirisnya kita melihat golongan masyarakat bawah di daerah kabupaten cirebon yang terkenal dengan swasembada pangannya, tapi tetap saja masyarakat makan nasi sisa dari rumah makan, atau makan dengan nasi raskin dengan beras yang berkutu, bau, dan apek. Yang paling lucu, bupatinya malah hanya mengatakan bahwa masyarakat telah dibantu dengan raskin tapi tidak mau berubah. Sungguh tragis, sudah miskin tapi ketimpa tangga. Apakah yang begini yang dinamakan negara mengayomi masyarakatnya?
Perumahan yang mungkin tidak layak untuk dinamakan sebuah tempat tinggal, bagaimana mungkin jika sebuah rumah dengan beratapkan jalan beraspal dengan kokohnya berdiri yang diatasnya bergerak tronton besar mengangkut beberapa ton muatan-muatan yang berlapiskan baja!
Masa bermain, mengenal dan bersuka ria dari keceriaan anak-anak seolah-olah hilang tergantikan dengan bertahan di pinggiran jalan ibukota demi menjual sebuah kemiskinan mengharapkan belas kasihan untuk mengisi perut!
Dikaitkan dengan tingkat pengangguran terbuka pada Juni 2007 mencapai 10,6 juta orang atau 9,8% (dari jumlah penduduk Indonesia) dan angka tersebut jauh lebih tinggi dari level sebelum krisis 1997 yang sebesar 4,7%, sedangkan jumlah penduduk miskin mencapai 37,17 juta orang atau 17,75% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Permasalahan-permasalahan tersebut terkait dengan pembangunan ekonomi bangsa saat ini.
Sekelumit gambaran di atas, sungguh sangat menyedihkan dan miris dalam menghadapi moment 100 tahun bagi Kebangkitan Sebuah Bangsa. Selama ini, memang pemerintah hanya mampu memberikan hasil untuk nilai sebuah kemiskin, tetapi bukan alat untuk menciptakan atau memberikan jalan keluar agar masyarakat keluar dari jurang kemiskinan yang semakin menjorok ke dalam.
Di negara-negara maju, peran pemerintah sebagai fasilitator sangatlah kentara dan tidak setengah-tengah. Sebagai contoh, bagaimana Amerika menjadikan warganya untuk bebas berkreasi dan menciptakan sesuatu baik yang ada maupun yang belum ada. Apakah mungkin ini yang kurang di negara kita tercinta ini?
Jika dikaitkan dengan pembangunan yang ada sekarang ini, pemerintah hanya berfokus untuk mengembangkan yang sudah ada, tapi tidak berfikir untuk menciptakan sesuatu yang belum ada atau memaksimalkan yang ada menjadi sesuatu yang luar biasa.
Seharusnya pemerintah, terutama yang ada di daerah-daerah hendaknya berfikir keras, untuk mengembangkan potensi yang ada di daerahnya. Sekarang yang banyak terjadi, pemerintah-pemerintah daerah hanya berfokus pada pembangunan yang menguntungkan diri pribadi serta golongannya agar dapat terpilih kembali pada pemilihan lima tahun mendatang. Seakan-akan memimpin lima tahun hanya untuk menutup kembali uang yang telah dikeluarkan pada pemilihan sebelumnya. Wacana otonomi daerah seharusnya sungguh-sunguh dimaknai dan menjadi terapan real di lapangan dan tidak hanya merupakan sebuah simbol yang diagung-agungkan. Kita Optimis jika benar dan serius serta fokus dalam menerapkannya pasti terjadi apa yang dinamakan pertumbuhan, kemandirian dan perkembangan sebuah Propinsi atau Kabupaten/Kota yang sedikit demi sedikit berkurang ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat!
Strategi yang semestinya diterapkan adalah pengembangan yang terfokus bagi sebuah daerah, apa yang menjadi ciri khas dan karakteristik daerah tersebut hendaklah dapat dijadikan langkah awal untuk memulai.mungkin kecil bagi yang lain, tapi sebenarnya hal-hal jika dimaksimalkan dengan baik pasti akan memberikan manfaat yang luar biasa. Misalkan di babel sendiri, kita fokus saja terhadap perkebunan lada sebagai sektor unggulan, pemerintah sebagai monopolistik pasar (baik harga, pemasaran, produksi pengolahan, sampai kesejahteraan petani diperhatikan), kesejahteraan masyarakat tentu akan tercapai! Seperti yang dilakukan Gorontalo, untuk fokus terhadap pertanian jagung, lampung concern terhadap ubi kayu, pisang bahkan lada hitam. Biarkan Bali yang tetap merajai pariwisata di republik ini, kita cukup sebagai menjadikan pariwisata sebagai sektor kedua setelah lada dan timah! Di negara kita, yang masih kurang saat ini adalah kemampuan sebagian daerah dalam menghasilkan serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan memperkaya dan memakmurkan masyarakat pada tingkat hidup yang lebih layak! Hendaknya moment Kebangkitan Nasional, menjadi langkah awal bangkitnya sebuah daerah untuk benar dan serius dalam melakukan penerapan sebuah strategi pembangunan di era otonomi daerah dan penurunan kemiskinan yang sesungguhnya tetapi bukan menurunnya berdasarkan data-data angka statistik. Semoga! (Publikasi Babel Pos, Mei 2008)
====================0000==================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar