Profile

Foto saya
Pangkalpinang, Bangka Belitung, Indonesia
Lecturer Accounting Departement Faculty of Economic Bangka Belitung University

'sedikit peran untuk bangsa tercinta'

"konsep-konsep berbau lokal, sebenarnya merupakan sebuah ide, aspirasi, pemikiran, perkembangan yang menambah variasi untuk berkancah di lingkungan global"



Arsip Blog

Kamis, 19 Februari 2009

Publikasi Bangka Pos (20-12-2008)

Bertani Lagi atau Menambang?

Penulis: Oleh :

Darus Altin (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung)

Bangka Pos (edisi: 20/Dec/2008 wib)

Dari tahun 2000 sampai tahun 2005, pertanian berkontribusi terhadap PDRB Bangka Belitung yaitu dari 25,44 persen menjadi 24,20 persen atau menyumbang terhadap PDRB sebesar Rp 1.533.110 juta dan mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi Rp 1.990.628 juta. Walaupun pada tahun 2006 menurun menjadi 18,46 persen, pertanian masih menjadi sektor unggulan ke dua di Bangka Belitung setelah industri pengolahan dan pertambangan.


Julukan negara agraris untuk Indonesia, dengan sentra pertanian yang dapat mencapai swasembada pangan dan lubung beras bagi daerah bahkan negara tetangga merupakan cerita tempo dulu sekitar tahun 1980-an. Dimana masyarakat tercukupi pangan sebagai kebutuhan mendasar yang harus terpenuhi. 

Dapat kita lihat pada zaman sekarang petani yang menggarap sawah tetapi masih kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari apalagi untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai menempuh pendidikan tinggi. Jika kita lihat di media cetak maupun elektronik, sebuah daerah sebagai penghasil komoditi beras, tetapi masyarakatnya masih ada yang hanya makan sekali sehari bahkan harus berpuasa pada hari tersebut. Sungguh ironis sekali dengan dikenalnya bangsa ini sebagai tebaran permadani hijau dengan lingkup areal yang luas yang seharusnya dapat dikelola menjadi lahan pertanian yang pastinya dapat mencukupi lebih kurang 230-an juta penduduk Nusantara. 

Jika kita melihat lebih dekat, untuk Bangka Belitung sebagai provinsi yang tergolong baru sektor pertambangan memberikan kontribusi terbesar bagi PAD daerahnya, dan sektor pertanian mempunyai kontribusi terhadap PDRB Bangka Belitung. 

Dari tahun 2000 sampai tahun 2005, pertanian berkontribusi terhadap PDRB Bangka Belitung yaitu dari 25,44 persen menjadi 24,20 persen atau menyumbang terhadap PDRB sebesar Rp 1.533.110 juta dan mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi Rp 1.990.628 juta. Walaupun pada tahun 2006 menurun menjadi 18,46 persen, pertanian masih menjadi sektor unggulan ke dua di Bangka Belitung setelah industri pengolahan dan pertambangan.

Komoditi Unggulan 

Perkebunan karet, sawit dan lada merupakan komoditi unggulan yang prospektif dan dapat menjadi pemacu peningkatan PAD Bangka Belitung. Komoditi lain, yakni beras mulai digerakan sentra persawahan di Rias, Bangka Selatan. Ini langkah awal Babel dapat mandiri dalam hal kebutuhan beras. 

Hanya sangat disayangkan, komoditi lada yang selama ini menjadi trade mark Provinsi Babel perlahan tapi pasti ditinggalkan oleh masyarakat yang banyak beralih profesi menjadi penambang timah inkonvensional. Kita tidak dapat menyalahkan masyarakat yang banyak beralih menjadi penambang karena keuntungan yang mereka peroleh lebih besar daripada berkebun lada. Walaupun pada kondisi sekarang penambangan mulai perlahan ditinggalkan masyarakat seiring merosotnya harga timah dunia. 

Di sinilah seharusnya pemerintah jeli melihat situasi dan kondisi seperti ini. Pemerintah bersama masyarakat mencari solusi yang dapat memberikan keuntungan yang besar bagi petani. Sehingga tidak ada istilah petani hanya sebagai alat dan cara bagi pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan atau hanya sekedar sebagai program kerja belaka. Seperti pemberitaan media lokal, pada beberapa minggu terakhir, dimana petani kesulitan mendapatkan pupuk merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuni bagi seorang petani.

Disamping itu, harga pupuk yang semakin meningkat seiring dengan musim panen juga dipandang sebuah masalah klasik yang seharusnya dapat diantisipasi oleh pemerintah daerah. Penyelewengan terhadap pupuk oleh pihak-pihak tertentu harus dihentikan sampai tuntas jangan sampai merugikan petani-petani penggarap.
Tidak hanya persoalan pupuk yang membelit petani di Bangka Belitung, permasalahan ketersediaan bibit unggul, sampai SDM penyuluh pertanian yang masih kurang kemampuannya. 

Menurut hemat penulis, persoalan SDM penyuluh bukanlah kurang kemampuan penyuluhan di lapangan, tetapi mereka kurang terperhatikan oleh pemerintah sendiri dalam hal kesejahteraannya. Seharusnya ujung tombak pertanian (penyuluh lapangan dinas pertanian) harus menjadi perhatian utama selain petani sebagai tulang punggung yang menjadikan bangsa ini dikenal menjadi Agraris Country pada era tahun 80-an tersebut.

Terbukanya Kesempatan Kerja

Sektor pertanian memberikan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Mulai dari pengolahan sawah, pengolahan hasil pertanian dan pembuatan tehnologi tepat guna. Selain itu, peluang-peluang usaha yang lain seperti berdagang kebutuhan-kebutuhan bagi daerah transmigrasi yang lokasinya cukup jauh dari daerah perkotaan tentunya menjadi kesempatan yang menjanjikan bagi masyarakat. Pertumbuhan kesempatan kerja yang lain yang sifatnya lebih memberikan peluang bagi masyarakat dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan.

Dalam arti berusaha sendiri untuk mendukung sektor pertanian (berwirausaha tani) ini lebih baik, dengan tujuan akhir menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Sebuah solusi yang mestinya bukan untuk dilupakan, dan kedepan Bangka Belitung bisa menjadikan pertanian sektor unggulan yang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan PAD di daerah ini.(*)