Profile

Foto saya
Pangkalpinang, Bangka Belitung, Indonesia
Lecturer Accounting Departement Faculty of Economic Bangka Belitung University

'sedikit peran untuk bangsa tercinta'

"konsep-konsep berbau lokal, sebenarnya merupakan sebuah ide, aspirasi, pemikiran, perkembangan yang menambah variasi untuk berkancah di lingkungan global"



Arsip Blog

Kamis, 14 Agustus 2008

OPINI (Publikasi Babel Pos. April 2008)

Meng-INSENTIF-kan PETANI

Oleh:
Darus Altin
Dosen
Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi – UBB

Petani sebenarnya merupakan salah satu unsur penentu kemajuan suatu bangsa, apalagi culture atau frame Indonesia sebagai sebuah Negara Agraris yang mungkin sekarang hampir hilang citra tersebut. Jika kita lihat negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Australia, bahkan Thailand dan vietnam sendiri mampu meningkatkan level kesejahteraan petani setara dengan profesi lain yang hidup dalam masyarakat. (kutipan: Media Indonesia, Editorial 24 April 208).
Kutipan di atas, benar-benar menggelitik bangsa kita, bagaimana tidak. Dengan usia bangsa yang kurang lebih 63 tahun, kunci sebuah kemakmuran ‘Petani’ di negeri ini, hanyalah sekedar dijadikan sebuah simbol Ketahanan Pangan. Kenaikan Harga Pokok Pembelian (HPP) beras/gabah seperti sekarang, ternyata tidak meningkatkan harkat dan martabat kaum petani.
Jika kita tinjau, pemerintah berfikir bahwa dengan menaikkan Harga Pokok Pembelian kedelai, beras, dan hasil tani lainnya itu merupakan salah satu cara untuk memberikan ‘insentif ‘ bagi petani sehingga berdampak bagi penambahan produktivitas hasil tani. Atau pemberian subsidi berupa alat-alat pertanian, pupuk, bibit tanaman itu juga merupakan salah satu ‘insentif’ bagi petani. Hal tersebut memang bukanlah langkah yang salah dari pemerintah! Namun, pada prakteknya masih terdapat pemanfaatan tenaga petani hanya sebagai tukang produksi beras, kedelai, jagung, dan sebagainya. Di belahan Indonesia, terutama wilayah Jawa, banyak petani hanya menjadikan petani sebagai alat bagi segelintir orang yang mengaku dirinya berperan penting untuk kesejahteraan hidup petani. Pada kenyataannya, petani-petani di Indonesia sebagian besar hidup dalam kategori penduduk miskin. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Peneliti-peneliti kita mengatakan hal tersebut dikarenakan adalah kurang terorganisirnya petani, walaupun kenyataannya sudah Himputan Keluarga Tani Indonesia (HKTI), atau terlalu banyak para Eksportir/Importir Indonesia yang justru malah mempermainkan harga pasaran produk-produk pertanian kita, kemudian tumpang tindihnya atau perbedaan masalah pendataan hasil-hasil pertanian (terutama gabah dan beras) sebagai bahan makanan pokok rakyat Indonesia. Ini terbukti.
Misalnya data produksi gabah dan beras yang dipublikasikan oleh Departemen Pertanian, berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh HKTI, Perum Bulog maupun BPS. Sehingga data yang terpublikasikan oleh institusi-institusi tersebut jadi membingungkan. (sumber Bali Pos, Artikel, 17 Februari 2007)
Kejadian-kejadian tersebut hanya segelintir informasi yang menunjukkan carut-marutnya kondisi petani di Indonesia tercinta ini. Pekerjaan besar tentunya bukan hanya tugas penting Departemen Pertanian untuk mengatasi hal ini. tapi sinergi yang kuat dari unsur manapun harus dilibatkan supaya tidak terjadinya simpang siur pemberitaan.
Berbicara insentif, tentunya salah satu alat pemuas bagi setiap individu. Jika petani di Indonesia, masih tidak diperhatikan untuk kesejahteraan, sampai kapanpun tetap dalam kondisi yang stagnan. Sebagai contoh di Jepang, saat minat menanam padi mengalami penurunan, para petani memperoleh insentif ketika bersedia menanam padi. Jika panen mereka melampaui target, insentifnya tambah. Kalau ada petani yang mau menanami lahan pertanian nonpadi, insentifnya akan bertambah besar lagi. Insentif tertinggi diberikan apabila para petani padi tersebut menanami lahan nonpertanian yang masih menganggur. Apakah kita berani menerapkan hal seperti itu? Jawabannya sekarang kita tunggu!
Jika pemerintah berani mengambil langkah-langkah lain yang kongkret untuk kesejahteraan petani, mungkin masa-masa yang akan datang, banyak Warga Negara yang berani mengatakan jika Petani adalah sebuah profesi yang menjanjikan atau profesi yang berperan penting dalam memberikan nilai tambah (added value) bagi Pendapatan Negara. Hal tersebut sangat mungkin terjadi, jika komitmen pemerintah yang kuat untuk ‘pemberian insentif’ lebih gencar dilakukan, Indonesia Hijau dengan daerah-daerah/propinsi sebagai bentangan/permadani hijau Nusantara tentu akan terwujud. Anggaran bagi pertanian tentunya harus ditingkatkan. Jika perlu, diberikan insentif bulanan yang minimal ada perannya bagi tecukupinya dapur rumah tangga. Pasti petani akan fokus dan giat untuk memberikan warna baru dengan tujuan Swasembada Pangan seperti yang dicita-citakan. Sebagai negara berkembang, tentunya fokus dengan culture negara sebagai Agriculture Country. Toh, negara-negara maju di belahan Eropa juga menerapkan pola Insentif bagi petani sebagai salah satu cara untuk memakmurkan sebuah bangsa. (Publikasi Babel Pos April 2008)

=======================0000==========================

2 komentar:

Abi Q mengatakan...

Opininya cukup bagus.

Abi Q mengatakan...

opininya cukup bagus