Andai Ada Tunjangan Komunikasi Rakyat Miskin
KEMISKINAN vs PP 37/2006
Oleh : Darus Altin
Dosen Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung
Membicarakan kemiskinan di Republik ini, rasanya tidak akan pernah habis bahkan seperti menemui jalan buntu dan sangat sulit untuk keluar dari jalan tersebut. Berdasarkan laporan yang berjudul Making the New Indonesia Work for the Poor yang diterbitkan Kamis (7/12/06), Bank Dunia menilai meskii telah mengalami kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi, saat ini hampir separuh warga Indonesia terpaksa hidup miskin.
Tercatat 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia berada dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan ini hidup dengan kurang dari 2 dollar AS atau Rp 19.000 per hari.
Gambaran kemiskinan yang terjadi di negeri ini sangat banyak dan beragam sekali, diantaranya, ada seorang nelayan di Pantai Utara, Serang, Banten yang tidak bisa menyekolahkan keenam anaknya dikarenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dibandingkan dengan penghasilan seharinya yaitu berkisar Rp 15.000,00 – Rp 20.000,00. atau puluhan warga Desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang terpaksa harus berebut untuk makan nasi aking (tiwul) akibat mahalnya harga beras, atau ada sebagian masyarakat yang tidak bisa membeli obat karena mahalnya harga obat yang ada sekarang, walaupun dapat biaya rawat inap gratis dengan menunjukkan Kartu Keluarga Miskin.
Sangat ironis sekali, jika kita bandingkan dengan isi PP No. 37/2006 tentang Tunjangan Komunikasi Anggota DPRD di setiap propinsi di Indonesia yang mana akan menambah penghasilan Rp 80 juta dengan jumlah sekitar 15 ribu anggota DPRD di seluruh Indonesia, akan tercatat angka Rp 1,2 trilyun yang akan dikeluarkan pemerintah.
Kita sebagai rakyat yakin bahwa, tanpa penambangan tunjangan tersebut, setiap anggota DPRD daerah telah menjalani hidup yang selayaknya dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat golongan minoritas. Sebenarnya pemerintah pasti tidak menutup mata mengenai masalah kemiskinan di negeri ini.
Seandainya PP. 37/2006 tersebut tentang Tunjangan Komunikasi Rakyat Miskin, apakah pemerintah dapat menganggarkan dana 1.2 Trilyun setiap bulannya? Jawabannya pasti tidak akan ada, atau dana 1.2 Trilyun tersebut terlalu besar untuk anggaran rakyat miskin.
Kepekaan Sosial
PP No. 37/ 2006 seharusnya dapat kita jadikan sarana dalam menggugah kepekaan sosial umumnya bagi setiap anggota masyarakat dan khususnya pihak pemerintah maupun wakil dari rakyat itu sendiri. Di tengah kondisi sekarang seharusnya DPRD setiap propinsi dapat merasakan kemiskinan yang dihadapi rakyat. Kepekaan sosial bukan hanya sekedar merasakan penderitaan orang lain, tapi apa wujud nyata bahwa kita telah merasakan apa yang telah dialami oleh sebagian kecil rakyat kita yang dikatakan hidup pada kondisi miskin.
Jika pemerintah tetap menerapkan PP No37/2006 tersebut, maka pihak DPRD harus bersedia dengan hati nuraninya untuk menolak dan mencabut kembali PP tersebut. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipilih oleh rakyat, dan merupakan perpanjangan tangan rakyat serta menjunjung tinggi dan membela nasib rakyat. Semuanya kembali pada hati nurani individu masing-masing anggota DPRD kita. Rakyat yakin bahwa, masih ada nurani legislatif daerah untuk dapat berpikir mana yang lebih penting untuk kebutuhan rakyat.
Kepentingan Publik
Kita akan merasa bangga dan tidak akan pernah menyesali telah memilih wakil rakyat yang bertugas di daerah, jika ternyata Anggota DPRD kita menyadari bahwa dana 1,2 trilyun yang akan dikeluarkan pemerintah setiap bulannya akan lebih baik jika dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Setidak-tidaknya dapat mengurangi jumlah dari penduduk miskin di tanah air.
Bagaimanapun, hal tersebut pasti akan terlaksana dengan baik asalkan adanya kerjasama dari semua pihak yang terkait dalam hal ini rakyat , pemerintah dan anggota DPRD itu sendiri.
Mungkin ada sebagian anggota legislatif kita yang telah memahami dan merasakan kondisi rakyat yang semakin terpuruk dalam kemiskinan. Mudah-mudahan niat tulus tersebut dapat diikuti oleh setiap anggota DPRD kita dari semua fraksi tanpa adanya embel-embel yang lain. Kita dapat melihat suatu perubahan ke arah yang lebih baik, jika ada berani untuk memulai dan itu bukan dari orang lain, tetapi dari diri sendiri.
Kita sebagai rakyat masih bisa berpikir positif dan tetap mendukung apapun yang akan dilakukan anggota Legislatif selama tindakan tersebut semata-mata untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan peribadi atau golongan tertentu.
Kita tunggu keputusan akhir yang akan dipilih Anggota Legislatif kita di daerah, kemiskinan atau PP. No. 37/2006! Solusi untuk mengatasi kemiskinan bukan hanya sekedar solusi dengan begini atau dengan cara begitu, tapi yang dibutuhkan saat ini adalah tindakan nyata dan tepat menuju sasaran. SEMOGA. (Publikasi :Babel Pos. Rabu 17 Januari 2007)
=====000=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar